Ingin Cepat Hamil?

Total Pageviews

Tuesday, June 28, 2011

Naik Sepeda Motor


Sewaktu masa kuliah saya di Semarang (1999-2003), saya cukup sering dibonceng naik sepeda motor oleh teman-teman saya. Nah, semenjak lulus, hampir bisa dikatakan saya gak pernah lagi dibonceng naik sepeda motor. Lebih sering berkendara naik mobil atau angkot dan gak pernah 'ngojek'. Dalam hati saya, kalau naik ojek takut dibawa kabur entah kemana sama tukang ojeknya. Hehe. Soalnya naik ojek itu kan kalau para angkot sudah gak 'available' lagi kaan? Alias malam-malam lah. Takut ah. :D

Kemarin sore selesai training di Dikmenti DKI Jakarta, saya yang mengenakan rok, terpaksa naik ojek. Tapi gak pake becek kok karena kemarin sore gak hujan. :D Tanya punya tanya, kalau dari Kuningan mau menuju Sudirman, mesti nyebrang jalan Gatsu terus naik kopaja 66 ke arah Blok M, terus naik lagi yang ke arah HI, terus nyebrang lagi ke arah Karet. Fiuuuhhh... ngebayanginnya aja bikin senewen dan kayaknya jauh aje ye... Alhasil, tanya tukang ojek. "Pak, kalau ke Standard Chartered berapa?" Tukang ojek 1, "15 ribu mba." Enno: "Ih, mahal amat pak." Tukang ojek 1, "Iya mbak, soalnya baliknya ntar muter lagi jauh." Dalam hati, "kok gw jadi ngongkosin dia balik sih? Kan gw cuma minta dianterin? Tau' ah gelap. Naik bus aja kali yak." Gak jadi tuh, saya tinggal pergi aja ke arah tukang ojek lainnya.

Trus tukang ojek 2 menawarkan lagi, "Ojek mbak." Enno: "Ke Standard Chartered berapa bang?" Tukang ojek 2, "15 ribu mbak." Dalam hati, "Wah, emang harga pasarannya segitu kali ya. Tawar aja deh." Enno, "Mahal amat bang! 8 ribu aja ya?" Tukang ojek 2, "Wah, gak dapet mba. Biasanya malah 20 ribu ke sampe Ambassador." Enno, "Ah tapi kan bisa lewat Mega Kuningan lebih deket. Gak mau ah kalau 15 ribu. Kemahalan." Sambil ngeloyor pergi siap-siap nyebrang.

Sambil tanya-tanya lagi sama teman-teman yang sedang nunggu bus, ternyata si tukang ojek nyamperin. "Mbak, kalau 10 ribu. Mau?" Dalam hati mikir bentar. Daripada jalan jauh dan gonta-ganti bus, lumayanlah hemat waktu dan tenaga. Enno, "Ya udah deh boleh."

Berhubung saya memakai rok, alhasil mbonceng dengan posisi miring. Dan ternyataaa..... PEGEL BO'!!! Hadeuhh. Kenapa gak bawa celana yak? Ampun deh nih tulang-tulang yang mulai menua terasa sakit. :D Dalam hati membayangkan nanti pulangnya ada rencana mau nebeng sama Didi naik motor juga. Ampun deh. Dari Kuningan ke Sudirman aja tulang-tulang udah pada jejeritan. Bagaimana kalau dari Sudirman sampai ke UKI. Hadeuhh... (naik ojek sambil self-talking ;p)

Acara perumusan dalil-dalil awal alias getting started akhirnya selesai pada pukul 19.30 wib. Dilema dalam hati, mau nebeng Didi dengan posisi duduk miring dan tulang berjeritan atau naik kereta tapi harus nunggu sampai pukul 21.00? Hadeuhh. Nah, berhubung oleh para rekan (mba Vivi, mba Satri, dan Didi) disarankan naik motor saja dengan posisi normal (bukan caessar ;p). Alhasil saya memutuskan nebeng Didi. :D Semangat nebeng!!! ^^

Dalam hati, yaudahlah mbonceng motor aja. Gak enak sama Didi yang udah berat-berat bawain helm dari Bekasi. :D Naik keretanya kapan-kapan lagi dalam suasana yang lebih kondusif. :)

Hahaa... saya ketawa dulu ya? :D

Motor Didi itu tinggi sekali! Secara tinggi badan saya kan 'semampai'. Mau naik (maaf) 'ngengkang' pakai rok ternyata susahnya minta ampyuuun. :D Alhasil, naik dari arah jok depan (masih nyangkut-nyangkut juga ;p) sambil dipegangin sama Didi motornya. :D Dengan usaha selama 10 menitan untuk naik, alhamdulillaah akhirnya berhasil naik di jok belakang motornya Didi. Cuma agak malu juga dilihatin sama mas-mas tukang parkir. ^^

Di jalan Didi bilang, "Lo kalo capek bilang aja ya, No. Ntar gw minggir dulu."

Enno, "Iya, tenang aja."

Di jalan sebenarnya ampun-ampunan nih pinggang dan punggung. Cekot-cekot gitu. Tapi saya diam aja lah. Biar cepat sampai. Hehehe... :D

Alhamdulillaah, si Didi ini 'gape' banged naik motornya. Alias 'canggih sumanggih'. Walaupun beberapa kali hampir-hampir dipepet 2 mobil. Dalam hati sih teriak-teriak, "MasyaAllah. Astaghfirullah. Hadeuhhh." :D

Alhamdulillaah lagi, Didi mau nganterin sampai PGC. Cihuyyy! Tinggal naik angkot 06 deh.

Thanks a lot ya, Di!!! 18 tahun ora ketemu, eh ketemu pisan numpak motor nganggo rok karo kowe. :D

Tetap semangaaat!!!

#unforgettablestoryofmylife#

#ajourneyofadiamond ^^#

*dengan Bahasa Indonesia yang sangat tidak sempurna ^^

Naik Bus TransJakata

Hari Jumat, 10 Juni 2011, saya berkelana dari daerah Cijantung ke daerah Kuningan dan Sudirman menggunakan alat transportasi umum yang terkenal sangat kontroversi: BUS TRANSJAKARTA alias BUSWAY (istilah tenarnya).

Sebenarnya saya sudah beberapa kali naik BUSWAY, tapi yang kemarin ini sungguh LUAR BIASA. Baik dari segi jarak, kondisi penumpang, hari, dan tujuan. Saya hitung-hitung, perjalanan saya naik BUSWAY, bisa saja menempuh jalan kaki sekitar 5-6 km dan berdiri selama sekitar 6 jam. Wuiihhh! Rekor! Dan ternyata setelah saya menimbang berat badan saya, saya turun 2kg! Ahayyy! Lumayanlah. :-D

Saya salut pada para penumpang setia BUSWAY yang setiap hari berjalan sepanjang jembatan penghubung antar shelter yang jauh-jauh aje ye, antri di shelter BUSWAY, berdiri sepanjang perjalanan dan mencium aroma ketiak (ini problematika bagi yang bertubuh ‘semampai’ seperti saya! :-D) penumpang kanan kirinya yang BB (bau badan)nya bikin pingsan, dan harus tetap sabar di kemacetan kota Jakarta yang semakin PARAH. Dan berhubung saya naik BUSWAY tepat di hari Jumat, membawa tas gemblok nan berat, maka dapat dibayangkanlah luar biasanya beban di punggung serta luar biasanya kemacetan dan persaingan antar penumpang yang berebutan untuk naik BUSWAY. *_*

Apakah saya menyesal?

Tentu saja tidak karena saya melakukannya dengan keinginan kuat untuk mewujudkan ‘impian-impian’ saya di balik semua itu. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Mungkin ada juga teman-teman yang memiliki pengalaman yang lebih seru setiap harinya. Maksud saya, yang setiap hari harus berhadapan dengan kemacetan Jakarta, persaingan dengan penumpang lain, perjalanan yang melelahkan, dll. Mungkin ada yang sinis berkata, “Halaah, Enno baru segitu aja pamer! Halaah, Enno baru segitu aja merasa susah! Bla bla bla!” Ehmm... terserah aja deh. Ini kan blog saya. Hehe... saya hanya menceritakan pengalaman saya saja kok. ;-)

Saya belajar dari perjalanan saya ini, bahwa mungkin anda itu seringkali sudah merasa yang paling susah atau bahkan sebaliknya anda itu seringkali sudah merasa yang paling keren, hebat, sukses. Tapi coba deh untuk merasakan posisi orang lain sesekali supaya merasakan variasi dalam hidup. Yang terbiasa naik turun sedan, suv car, motor 500cc, coba deh merasakan naik BUSWAY, naik angkot, naik KRL atau naik ojek. Dan yang memang sudah terbiasa naik BUSWAY, naik angkot, naik KRL atau naik ojek, coba deh gak usah terlalu menganggap yang naik sedan, suv car, atau motor 500cc itu adalah orang-orang yang paling bahagia di dunia ini. Terkadang mereka gak sehappy atau sekaya kelihatannya lohh... :-)

Intinya adalah bersyukur dan tetap rendah hati.

Yang sudah merasa kaya, tolong jangan lupa berbagi dengan yang masih susah. Dan yang merasa miskin, tolong jangan malas untuk berjuang mengubah hidup agar bisa jadi orang kaya yang banyak manfaatnya.

Ijin berbagi ya.

Salah satu impian saya adalah menjadi seorang dermawan yang beruntung dunia akhirat, yaitu yang banyak manfaatnya bagi orang yang membutuhkan sehingga nanti di hari perhitungan saya lulus dengan nilai A. (Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin) Perlu uang? PASTI. Itu yang sedang saya kejar karena saya belum punya banyak uang saat ini. :-)

Mohon maaf ya, saya memang sukaaa sekali bermimpi dan banyaaaak sekali mimpi saya.

Apa mimpi anda? Dan apa yang sudah anda lakukan untuk mewujudkan mimpi-mimpi anda?

Believe in the beauty of your DREAMS

If you dare to dream, you have to be brave to ACT

God always helps those who look for it ... do your very best, GOD will do the rest.

“Allah tidak akan mengubah nasib seseorang sebelum ia sendiri yang mengubahnya.” {QS. Al Anfal: 53}

Tuesday, June 7, 2011

Pelajaran dari Sebuah Jam

Kemarin saya mendapat email yang cukup menarik dari teman sekantor saya. Berikut adalah email tersebut dengan editing, perubahan dan tambahan dari saya.

Content:

Seorang pembuat jam berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. “Hai jam, sanggupkah kamu berdetak 31.104.000 kali selama setahun?” “Ha?! Sebanyak itukah?!” kata jam terperanjat, “Aku tidak akan sanggup!”

“Ya sudah, bagaimana kalau 86.400 kali saja dalam sehari?”

“Delapan puluh ribu empat ratus kali?! Dengan jarum yang ramping seperti ini?! Tidak, sepertinya aku tidak sanggup,” jawab jam penuh keraguan.

“Baik, bagaimana jika 3.600 kali dalam satu jam?”

“Dalam satu jam berdetak 3.600 kali? Tampaknya masih terlalu banyak bagiku.” Jam bertambah ragu dengan kemampuannya.

Dengan penuh kesabaran, tukang jam itu kembali berkata, “Baiklah kalau begitu, sebagai penawaran terakhir, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?”

“Jika berdetak satu kali setiap detik, aku pasti sanggup!” Kata jam dengan penuh antusias. Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik.

Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31.104.000 kali dalam setahun, yang juga setara dengan berdetak 86.400 kali dalam sehari, yang setara pula dengan berdetak 3.600 kali dalam satu jam.

Pesan dari kisah tersebut:

Kita sering meragukan dan underestimated terhadap kemampuan diri sendiri untuk mencapai goal, pekerjaan, dan cita-cita yang tampak sangat besar. Kita lantas menggangapnya sebagai hal sangat berat yang tidak mungkin dapat kita angkat. Namun sebenarnya apabila hal yang dianggap besar tersebut kita perkecil dan perkecil lagi, lantas kemudian kita realisasikan hal-hal kecil tersebut secara konsisten serta kontinu, niscaya hal besar yang semula kita anggap tidak mungkin tercapai itu akan terealisasikan.

Intinya, hal besar akan tercapai dengan konsistensi dan kontinuitas, atau dengan istilah lain yang sering digunakan masyarakat: istiqamah! Tentu melekatkan konsistensi dan kontinuitas kepada diri sendiri itu bukan hal yang mudah, karena akan menimbulkan kelelahan yang sangat.

Al-Mutanabbi berkata dalam syairnya yang masyhur,

وَإِذَا كَانَت النُّفُوْسُ كِبَارًا

تَعِبَتْ فِي مُرَادِهَا الْأَجْسَامُ

Dan sekiranya jiwa itu besar,

tentulah jasad itu akan letih dalam menggapai maksudnya. [Khizānah al-Adab ,I/251.]

Ingat, seribu langkah tidak akan ada tanpa adanya satu langkah pertama. Garis panjang hanyalah merupakan kumpulan dari titik-titik.

Disalin dengan sedikit penyesuaian bahasa dari adniku.wordpress.com
Artikel www.PengusahaMuslim.com